SORONG— Penyidikan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana realisasi belanja barang dan jasa Alat Tulis Kantor (ATK) di Pemerintah Kota Sorong tahun anggaran 2017 hingga kini masih terus bergulir dan menjadi perhatian serius Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat (PB).

Setelah menetapkan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkot, HJT dan mantan Bendahara BMB sebagai tersangka, Kejati Papua Barat kembali menetapkan satu orang tersangka baru yakni JJR, mantan bendahara pengeluaran BPKAD Kota Sorong.
Tersangka JJR yang sebelumnya sebagai saksi dalam kasus ini, ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan intensif di Kantor Kejaksaan Negeri Sorong, Rabu (12/11). Dalam penetapan tersangka JJR, Kejati Papua Barat memerintahkan tersangka ditahan,
Dengan mengenakan rompi tahanan, tersangka JJR usai menuruni anak tangga lantai 2 Kantor Kejaksaan Negeri, menuju mobil tahanan Kejaksaan Negeri Sorong dan langsung menuju Lapas Sorong untuk ditahan.
Kepada media, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejati Papua Barat, Agustiawan Umar, SH MH mengatakan, penetapan JJR sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Kejati Papua Barat.
“Kita mendapatkan tersangka berinisial JJR dari hasil ekspos penyidik dan kita juga mengeluarkan penahanan tersangka ditahan selama 20 hari. Jadi ini pengembangan yamg selalu kita dalami dan karena ini menjadi atensi untuk kita selesaikan,”ujar Agustiawan.
“JJR ini bendahara pengeluaran, tentu ada hak yang menjadi tanggung jawab dia. Karena dana dari hasil audit sebesar Rp 4 miliar lebih tidak mungkin keluar tanpa kewenangan dari bendahara pengeluaran,” jelasnya kemudian.
Sampai saat ini, penyidk Kejati Papua Barat telah memeriksa 10 orang saksi. Awalnya JJR diperiksa sebagai saks, dari hasil pengembangan penyidikan akhirnya wanita berkulit putih itu ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,
Ditanya media apakah kemungkinan akan ada tersangka baru, Agustiawan mengatakan, tergantung penyidik mendalami kasus korupsi yang diduga merugikan keuangan negara Rp 4 miliar.
Yang pasti penyidikan kasus ini masih berlanjut. “Tergantung tim penyidik dalam mendalami sejauh mana keterlibatan masing-masing pihak. Ini kan masih berproses,” tandasnya.
Ditanya wartawan apakah mantan Ketua DPR Kota Sorong PK termasuk 10 orang yang diperiksa hari ini, dikatakan oleh Agustiawan bahwa untuk mantan Ketua DPR Kota Sorong yang pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ATK ini pastinya akan dijadwalkan untuk diperiksa kembali.
“PIhak-pihak yang sudah kita ambil keterangan sebelumnya, kita akan periksa kembali,”tandasnya seraya menegaskan telah menahan 3 orang tersangka yakni HJT, BMB dan kini JJR.
Lebih lanjut Kasi Pidsus yang ditanya kenapa baru sekarang ini, tahun 2025 ini penyidik intens memerksa kasus dugaan korupsi ATK, tidak dari tahun-tahun lalu. dikatakan oleh Agustiawan bahwa untuk menyelesaikan penyidikan kasus ATK, butuh waktu dalam mendapatkan alat bukti.
“Kita Kejaksaan dalam penyidikan ini tidak ada tekanan. Semua berjalan sesuai prosedur. Kan mencari 2 alat bukti ini tidak gampang,”jelasnya. Bahwa penyidikan berjalan setelah ada hasil audit dari tim audit. Setelah mendapatkan hasil audit dari tim audit maka penyidikan kasus dugaan korupsi ATK mulai dikembangkan hingga mendapatkan 3 tersangka.
Seperti diketahui, sebelumnya yakni pada 6 November 2025, Kejati Papua Barat pada telah menetapkan 2 orang tersangka yakni JHT dan BMB.
Adapun pasal yang dikenakan kepada para tersangka yakni primair pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1.
Subsidiair pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (min)






