SORONG– Rapat Paripurna Istimewa dalam rangka pelantikan ketua dan 9 anggota DPR Papua Barat Daya mekanisme pengangkatan (jalur Otsus) di Aimas Convention Center(ACC), Senin (28/7/2025) berlangsung khidmat.

Dalam pelantikan yang dipimpin Ketua Pengadilan Tinggi Papua Barat, Dr Wayan Karsa, SH, M.Hum, selain kepada Ortis F. Sagrim, ST yang resmi memimpin DPR Papua Barat Daya masa jabatan 2024-2029, perhatian juga tertuju saat Ketua Pengadilan Tinggi Papua Barat Dr Wayan Karsa melantik 9 anggota DPR Papua Barat Daya mekanisme pengangkatan.
Adapun 9 anggota DPR Papua Barat Daya mekanisme pengangkatan (jalur Otsus) yang dilantik yakni Mathias Fredrik Komegi (Kota Sorong), Selfiana Kalami (Kota Sorong), Carstensz IO Malibela (Kabupaten Sorong), Barnike Susana Kalami (Kabupaten Sorong), Franki Umpain (Kabupaten Raja Ampat), Robert George Yulius Wanma (Kabupaten Raja Ampat), George Karel Dedaida (Kabupaten Sorong Selatan), Maria Jitmau (Kabupaten Maybrat) dan Yermias Yanuarius Sedik (Kabupaten Tambrauw)
Pelantikan ketua dan 9 anggota DPR Papua Barat Daya mekanisme pengangkatan turut dihadiri anggota DPD RI, Agustinus Kambu.
Atas dilantiknya anggota DPR Papua Barat Daya mekanisme pengangkatan, Agustinus Kambu mengatakan, yang pertama, pemerintah pusat telah memberikan perhatian yang penuh kepada provinsi-provinsi di tanah Papua dengan rekrutmen anggota DPR dari jalur pengangkatan.
“Papua Pegunungan mulai pertama dengan pelantikan dan diikuti hari ini dengan Papua Barat Daya. Itu artinya komitmen pemerintah pusat terhadap Tanah Papua mereka sudah wujudkan dengan memberikan kesempatan kepada atau partisipasi politik melalui jalur kultural atau adat,”ujar Agustinus Kambu.
Selain Papua Barat Daya, pelantikan anggota DPR melalui mekanisme pengangkatan juga akan dilakukan di Papua indulk, Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Barat.
“Itu artinya apa? Hal-hal menyangkut distribusi Otsus sudah diimplementasikan. Tinggal bagaimana kita sebagai masyarakat, orang asli Papua yang mewakili unsur adat/kultural ini, bagaimana menjalankan atau menerjemahkan tugas-tugas itu dengan baik,”tandas Agustinus Kambu.
Setelah dilantik jadi anggota DPR Papua Barat Daya melalui jalur pengangkatan (Otsus), maka tantangannya kedepan adalah bagaimana 9 anggota DPR Papua Barat Daya yang dilantik itu dapat beradaptasi dengan anggota DPR dari jalur partai politik yang ada di dalam lembaga DPR Papua Barat Daya.
“Mereka harus mampu melakukan komunikasi-komunikasi baik lintas partai karena mereka bukan dari jalur partai. Apalagi mekanisme pengambilan keputusan di DPR itu berbeda, kolektif kolegial. Musyawarah mufakat. Lebihnya adalah voting ini secara teknis ya,”tandas Agustinus Kambu.
Karena itu, lanjut Agustinus Kambu, aspirasi-aspirasi politik yang diwakilkan membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Baik secara internal, mereka butuhkan partai-partai politik.
Selanjutnya aspirasi itu mereka akan bawa dalam rapat-rapat komisi, rapat kerja, rapat paripurna, dan mereka butuh dukungan.
“Karena itu kami berharap partai-partai politik menyambut kehadiran mereka dengan mendukung anggota DPR Papua Barat Daya melalui mekanisme pengangkatan,”ujar Agustinus Kambu.
“Intinya adalah mereka membangun komunikasi baik. Baik ke dalam lembaga DPR, sesama pemerintah daerah maupun kepada pemerintah pusat. Jadi mereka harus membangun komunikasi yang konstruktif agar kepentingan masyarakat bisa tersalurkan dengan baik,”imbuhnya.
Menyinggung secara kongrkit apa yang harus dilakukan oleh anggota DPR PBD mekanisme pengangkatan, salah satu yang paling maju di negara kita adalah soal pengakuan masyarakat adat.
“Di nasional, undang-undang masyarakat adat belum disahkan, tapi di Papua UU Otsus bab 11 itu tentang masyarakat adat yang diterjemahkan kedalam Perda tentang pengakuan masyarakat hukum adat,”ujar Agustinus Kambu.
Lanjut dikatakan, sebelumnya di Papua Barat itu sudah keluar produk Undang-Undangnya. Tapi dengan lahirnya provinsi baru yang Provinsi Papua Barat Daya, artinya wilayah administrasi sudah berbeda.
“ Sehingga teman-teman ini harus segera mendorong Perda pengakuan masyarakat hukum adat. Agar apa? Dari pengakuan-pengakuan itu bisa diintegrasikan kedalam rencana tata ruang dan wilayah pembangunan. Yang namanya RtRw, sehingga tidak lagi terjadi konflik seperti hari-hari lalu, mana wilayah konservasi, mana wilayah induk, mana wilayah adat, mana hutan produksi, mana hutan adat, mana hutan sosial sehingga ini bisa membantu melakukan mitigasi-mitigasi , pencegahan sejak dini, daripada masyarakat adat seolah-olah berkonflik dengan pemerintah, masyarakat adat seolah-olah berkonflik dengan perusahaan tapi ada kerjasama antara pemerintah, publik dan masyarakat adat,”pungkas Agustinus Kambu. (min)