Kewenangan Terbatas, Bupati Raja Ampat Akui Hanya sebagai Penonton

SORONG– Memiliki daerah dengan pariwisata yang sudah mendunia, namun kekayaan, keindahan alam yang diberikan Sang Cipta untuk Kabupaten Raja Ampat belum  dapat dikelola dengan baik oleh Pemda Raja Ampat karena kewenangan yang dimiliki terbatas.

Pertemuan dengan Komisi VII DPR RI di Hotel Aston Kota Sorong, Rabu (28/5/2025). (rosmini)

Hal ini diungkapkan oleh Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, S.IP MM kepada Komisi VII DPR RI dalam  pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya di Hotel Aston, Rabu (28/5).

Anggota DPR Papua Barat Daya, Jamalia Tafalas saat berbicara menyampaikan tanggapannya. (rosmini)

Dikatakan oleh Bupati Raja Ampat bahwa selama ini Pemda Raja Ampat selalu berhadapan dengan masyarakat jika terjadi persoalan seperti masalah tambang yang didemo masyarakat baru-baru ini atau hal lainnya.

“Menyangkut tambang itu kami sampaikan untuk dipertimbangkan.  Kalau tambang di  pulau besar okelah, tapi kalau di pulau kecil, Raja Ampat ini 97 % adalah daerah konservasi. Daerah konservasi semua. Kami pemerintah  daerah, kewenangan yang ada terbatas. Kami Pemda  tinggal behadapan dengan masyarakat terus.  Kewenangan-kewenangan kami terbatas, hutan, darat juga kewenangan kami terbatas, akhirnya  kami jadi penonton pak,”ujar  Orideko Burdam.

Ia kemudian mencontohkan hadirnya perusahaan tambang yang karena ijinnya dikeluarkan oleh pusat, tiba-tiba sudah beroperasi di Raja Ampat.

Karena itu kepada Komisi VII DPR RI, Bupati Raja Ampat pun mengatakan pemerintah memberikan otonomi  bagi Papua tapi kemudian kewenangan yang dimiliki terbatas karena tidak bisa mengatur daerahnya sendiri.

“Saya tanya otonomi yang diberikan ke kita itu untuk apa, untuk  mau menjaga laut kita?,  karena kewenangan yang diberikan ke daerah ini sangat terbatas. Sehingga hari ini coba kita tinjau lagi kewenangan-kewenangan itu, yang mana diberikan kepada kami di daerah, supaya jelas,”ujar Bupati Raja Ampat Orideko Burdam.

Lanjut dikatakan oleh Orideko Burdam, bahwa  bicara Undang-Undang  Otonomi sidah jelas  namun kemudian  muncul lagi Undang-Undang lain yang akhirnya UU Otonomi bagi Papua disepak.

“Kami rasa macam kami tidak punya arti. Sehingga bicara alam yang indah yang  Tuhan kasi  untuk  kita, tapi  kita jadi  penonton saja. Kita tidak bisa kelola  apa-apa,”ujar Orideko Burdam.

“Laut sudah dibatasi, darat sudah dibatasi, lalu kami di Raja Ampat  mau bangun apa, semua daerah sudah konservasi, Kawasan cagar alam, kalau kami bongkar sedikit saja sudah ditegur. Kita minta negara yang bongkar tapi masyarakat juga diperhatikan. Kenapa? karena negara hadir untuk rakyat. Masyarakat hadir untuk  pemerintah,”imbuhnya,

Terhadap persoalan tambang nikel yang mengantongi ijin dari pusat, bupati  Raja Ampat berharap duduk bersama untuk mendapatkan solusi terbaik sehingga  tidak ada pencemaran lingkungan yang mengancam habitat laut dan terumbu karang yang indah.

Terlebih dari kekayaan alam yang dimiliki Kabupaten Raja Ampat telah ditetapkan sebagai Global Geopark oleh  The United Nations Educational Scientific And Cultural Organization (UNESCO).

Dengan hadirnya Komisi VII DPR RI di Papua Barat Daya, Bupati Raja Ampat berharap keluhan yang disampaikan mendapat perhatian serius.  Sebab jangan sampai kata Orideko Burdam, pariwisata di Raja Ampat yang sangat terkenal di manca negara  tinggal kenangan.

Sementara itu, anggota DPR Papua Barat Daya, Jamalia Tafalas yang turut angkat bicara mengatakan, Papua dikasi “gula-gula, tapi “kue besarnya” diambil oleh pusat.

“Pak Bupati menyampaikan kepada kita bahwa kami di sini hanya jadi penonton. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat berapa mil dari bibir pantai itu wilayah provinsi,  kemudian konservasi. Kami ambil apa?, tidak ada. Ada tambang masuk, masyarakat adat tidak dilibatkan. Seharusnya berapa persen dari tambang itu diberikan kepada pemilik hak ulayat adat, tapi sampai sekarang tidak  ada. Masyarakat berteriak, “lapar kami, masyarakat itu lapar”, ”ujar Jamalia Tafalas dengan lantang.

Yang disesalkan, bahwa Kabupaten Raja Ampat sebagai daerah wisata, tapi sampai saat ini, belum ada pelabuhan wisata. Kepada Rico Sia, anggota Komisi VII Dapil Papua Barat Daya, Jamalia Tafalas berharap dapat  menyuarakan  kepada Kementerian Pariwisata maupun Kementerian BUMN untuk  menghadirkan pelabuhan wisata di Raja Ampat.

Karena selain dapat meningkatkan PAD, juga dapat membantu menghiduokan usaha perekonomian dari masyarakat lokal. Danpelabuhan wisata itu nantinya  diberikan kewenangan kepada Provinsi Papua Barat Daya untuk mengelolanya. (min)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.