Menyangkut Harga Diri Otsus Papua, Fopera PBD Desak Kembalikan 3 Pulau di Raja Ampat yang Dicaplok Sepihak

SORONG- Tiga pulau yakni Pulau Sain, Pulau Piay dan Pulau Kiyas Distrik Waigeo Kabupaten Raja Ampat yang jadi sengketa antara Provinsi Papua Barat Daya dan Provinsi Maluku Utara yang kembali menggelinding di tahun 2025 ini menarik perhatian Ketua Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Provinsi Papua Barat Daya, Yanto Ijie.

Yan Mambrasar, Kepala Suku Betew Kafdarun Kabupaten Raja Ampat menunjukkan pulau yang kini masuk wilayah Provinsi Maluku Utara. (rosmini/SS)

Hal ini lantaran sejak dari awal, Fopera Papua Barat Daya mengikuti proses sengketa itu hingga 3 pulau itu jatuh ke wilayah Provinsi Maluku Utara.

“Tiga pulau itu adalah milik  wilayah Papua. Jadi kalau 3 pulau itu tidak dikembalikan maka pemerintah dalam  hal ini Presiden RI gagal atau cacat melaksanakan Otsus di Tanah Papua,”ujar Yanto Ijie kepada media di Sekretariat Fopera, Jln Malibela Km 11,5 Kota Sorong, Papua Barat Daya, Kamis (18/9/2025).

Dikatakan oleh Yanto Ijie bahwa Otsus itu tidak hanya bicara uang, tapi juga bicara perlindungan terhadap manusia, perlindungan terhadap Tanah Papua.

Lanjut dikatakan bahwa  wilayah di Raja Ampat,  3 pulau ini secara historis sejak pemerintahan Hindia Belanda dan kemudian beralih ke pemerintahan RI, wilayah Provinsi Irian Barat, Provinsi Irian Jaya, Provinsi Papua hingga  Provinsi Papua Barat itu adalah wilayah hukum dari Tanah Papua dan wilayah hukum Papua Barat.

“Baru tahun 2021, pulau ini kemudian dicaplok secara sepihak tanpa kehadiran dari pemerintah Provinsi Papua Barat. Saat itu Pemerintah Provinsi Papua Barat tidak hadir, akhirnya  secara sepihak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kemudian mencaplok atau menyetujui pulau itu masuk ke dalam wilayah Provinsi Maluku Utara,”terang Yanto Ijie.

“Sekali lagi, kami hanya mau menyampaikan, menegaskan kepada pemerintah bahwa urus Papua ini harus betul-betul. Laksanakan Otsus di Papua harus laksanakan secara betul-betul, tidak boleh setengah-setengah,”tegas Yanto Ijie.

Ia juga menjelaskan tentang UU Nomor 21 Tahun 2001 pasal 1 huruf a yang menyebutkan bahwa Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberikan Otonomi Khusus oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Tiga pulau itu  adalah wilayah Irian Jaya, sekarang Papua, Papua Barat kemudian jadi Papua Barat Daya dan merupakan kesatuan wilayah  Otonomi Khusus Papua,”tandasnya.

“Jadi ini menyangkut harga diri orang Papua dan menyangkut harga diri Otsus di Tanah Papua. Apapun kondisinya, negara harus mengembalikan 3 pulau itu ke wilayah Provinsi Papua Barat Daya,”imbuh Yanto Ijie.

Lanjut dikatakan, jika  Aceh diberikan dengan cara damai, maka Papua juga harus diberikan secara damai karena sama-sama daerah Otsus. Dikatakan Yanto Ijie, tidak boleh Aceh dianakemaskan dan Papua dianaktirikan.

“Kami menolak melalui proses-proses perundingan melalui jalur hukum. Kami mau proses perundingan secara damai. Kalau presiden bisa ambil langkah di Aceh diluar jalur hukum, pemberlakuan yang sama juga berlaku di Provinsi Papua Barat Daya. Bahwa 3 pulau itu harus dikembalikan dengan cara musyawarah tanpa melalui proses hukum,”ujar Yanto Ijie.

Terkait langkah Gubernur Papua Barat Daya menyikapi sengketa batas wiilayah ini tentunya sudah mengambil langkah dengan menyiapkan dokumen-dokumen historis, pernyataan-pernyataan resmi dari masyarakat adat .

“Dan pasti pemerintah sudah menyiapkan langkah-langkah, menyiapkan bukti-bukti dokumen secara otentik,  mulai dari Provinsi Irian Jaya, Provinsi Papua kemudian Provinsi Papua Barat. Itulah  yang jad dokumen otentik karena wilayah ini masuknya disitu semua,”ucap Yanto Ijie.

Ditegaskan bahwa sampai hari ini, luas wilayah Tanah Papua tidak berkurang, baik daratan maupun lautan. “Itu dasar utama. Jadi kalau 3 pulau itu keluar berarti  peta provinsi Tanah Papua  itu harus berubah. Sebagian peta luas wilayah Tanah Papua ini harus berubah.  Sepanjang belum ada  perubahan peta tentang luas wilayah Tanah Papua, jangan sekal-kali   mencaplok wilayah ini,”tandasnya.

Karena merupakan wilayah Otsus, Yanto Ijie pun mempertanyakan kapan Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat melakukan Sidang Paripurna melepaskan 3 Pulau (Sain, Piay dan Kiyas) yang ada di Raja Ampat ke Provinsi Maluku Utara. “Tugas MRP juga melindungi manusia dan wilayah adat orang asli Papua  (OAP),”ujarnya.

Diakhir perbincangan, Yanto Ijie menyerukan agar proses hukum pejabat Kemendagri yang melakukan pencaplokan wilayah adat Papua. (min)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.