SORONG– Dibuka oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi Papua Barat Daya, Jhoni Way, S.Hut, M.Si, Focus Group Discussion (FGD) Penerapan Wisata Berkelanjutan di Papua Barat Daya yang digelar Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Poraparekraf) Provinsi Papua Barat Daya di Vega Prime Hotel, Jumat (12/12/2025).

FGD membahas sejumlah isu penting seperti masalah sampah plastik yang mencemari laut, rusaknya terumbu karang dan limbah manusia yang mengancam pariwisata di Raja Ampat,

Dalam upaya mewujudkan wisata berkelanjutan di Provinsi Papua Barat Daya, Asisten II Jhoni Way mengatakan pemerintah tidak bisa jalan sendiri tapi perlu adanya kolaborasi, dukungan dari semua pihak terkait. Dan salah satu isu yang jadi perhatian Asisten II adalah soal sampah plastik.
Melihat kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan hingga mencemari lingkungan di darat dan di laut. Karena itu Jhoni Way mengatakan perlunya ada teknologi pegelolaan sampah.
Bukan hanya soal sampah plastik,limbah dari kapal juga perlu diperhatikan karena jadi salah satu sumber yang mencemari laut. “Ketidak teraturan fasilitas,terutama toilet menjadi persoalan serius karena banyak limbah yang mengalir langsung ke laut,”ujar Jhoni Way.
Soal penerapan pariwisata berkelanjutan, Jhoni Way mengatakan perlu dipilah-pilah mana yang jadi kewenangan kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Hal ini sangat penting guna menghindri adanya tumpang tindih dalam melaksanakan program dibidang pariwisata.
Yang pasti semua memiliki semangat yang sama dalam membangun dunia pariwisata di Provinsi Papua Barat Daya. “Pariwisata itu punya kewenangan sendiri, Kelautan dan Perikanan juga punya kewenangan sendiri,”tandasnya.
Pariwisata di Kabupaten Raja Ampat tidak lepas dari terumbu karangnya yang cantik. Karena seperti yang dikatakan oleh narasumber Ny Meidi, salah satu alasan wisatawan datang ke Raja Ampat adalah karena memiliki terumbu karang yang indah. Olehnya itu, terumbu karang perlu dijaga kelestariannya.
Dari isu-isu pokok yang mengemuka dalam FDG ini, Asisten II Setda Provinsi Papua Barat Daya Jhoni Way berharap para peserta FDG memberikan masukan yang kiranya sangat bermanfaat penerapan wisata berkelanjutan.
Kepala Dinas Poraparekraf Provinsi Papua Barat Daya, Yusdi Lamatenggo, S.Pi MM mengatakan, FDG digelar juga sebagai kalaideskop menyambut tahun 2026. Dari FDG diharapkan akan ditindaklanjuti dengan aksi di lapangan yang melibatkan kepala daerah, gubernur, bupati dan wali kota untuk segera ditangani secepatnya.
“Kita sedang menghadapi bom waktu, Jika pencemaran tidak ditangani sekarang dampaknya akan merusak Raja Ampat dan wilayah kita sendiir,”ujarnya.
Dalam laporannya, Kadisporaparekraf mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 menekankan pada wisata berkualitas, yakni wisata yang ramah lingkungan.
“Maka FDG ini adalah langkah awal kita menuju wisata berkualitas. Menyebutkan salah satu isu yang dihaadapi menuju wisata berkualitas adalah rusaknya terumbu karang karena jangkar kapal.
Selain itu, Yusdi Lamatenggo juga mengungkapkan persoalan sampah di laut yang sangat merusak destinasi wisata.
“Kalau destinasi kita banyak sampah, kita tidak akan naik kelas,”tandasnya. Dan satu hal yang kini jadi perhatian dan isu menarik adalah pencemaran laut akibat kotoran/limbah manusia.
Diakui oleh Yusdi Lamatenggo bahwa di sejumlah homestay, ditemukan fasilitas sanitasi yang tidak memenuhi standar sehingga mencemari laut di sekitarnya.
“Penelitian telah menemukan bakteri berbahaya E.Coli dan Salmonella di perairan. Ini ancaman bagi kesehatan sekaligus ekosistem,”tandas Yusdi Lamatenggo. Pencemaran akibat kotoran manusia terus meningkat. Hal ini tentu akan menurunkan kwalitas pariwisata di Kabupaten Raja Ampat.
Menanggapi hal ini, Asisten II Setda Provinsi Papua Barat Daya mengatakan pengelolaan toilet yang layak di homestay sangat diperlukan dalam mencegah limbah mencemari laut dan merusakan terumbu karang. Dari paparan narasumber, tampak karena laut yang tercemar, terumbu karang yang sebelumnya sangat indah telah berubah warna jadi putih dan tidak lagi berbentuk,
“Teman-teman peneliti di sekitar Selat Dompier melaporkan bahwa kondisi karang mulai mengalami kerusakan. Padahal daya tarik utama Raja Ampat adalah terumbu karangnya. Jika terumbu karang rusak, wisatawan tentu akan enggan datang,”ujar Jhoni Way.
Kawasan wisata yang semakin padat seperti Pulau Arborek di Raja Ampat juga mulai dievaluasi agar tidak melebihi kapasitas, mengingat fasiitas pendukung seperti toilet yang masih sangat terbatas.
“Kami juga menyoroti persoalan limbah kapal. Saat ini banyak kapal yang belum memiliki pembuangan limbah yang baik. Kedepan pemerintah perlu menyiapkan fasilitas penampungan limbah di darat agar kapal tidak lagi membuang limbah langsung ke laut,”tandasnya.
Dari FDG diakhir tahun 2025 ini, Kadis Poraparekraf berharap di tahun 2026, tidak lagi hanya bicara alias omon-omon tapi langsung eksen di lapangan.
“Turis yang datang ke sini ham;pir 80 % wisatawan mancanegara. Hal-hal kecil saja bisa mengganggu nama baik Papua Barat Daya. Karena itu aspek pengelolaan sampah, limbah, hingga persoalan jangkar kapal harus menjadi perhatian kita semua. Dan kita ingin menunjukkan gerakan nyata di lapangan agar wisatawan dapat melihat progress dan langkah-langkah strategis kita,”ujar Yusdi Lamatenggo. (min)







