—-Lebih Dekat dengan H. Firman Baco, Ketua Terpilih BPD KKSS Kota Sorong Periode 2025-2030—
SETELAH berhasil terpilih dalam Musda X Badan Pengurus Daerah (BPD) Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) sebagai Ketua BPD KKSS periode 2025-2030, H. Firman Baco kembali dengan aktifitas sehari-harinya sebagai bisnisman yang bergerak di usaha sektor perikanan khususnya penjualan alat-alat perikanan.

Saat datang ke Toko Duta Bahari di Jalan Jenderal Sudirman, Senin (8/9/2025), H. Firman Baco tengah berbincang dengan seorang bapak dan melihat wartawan datang, Ia pun berdiri pamit dari bapak itu dan menyilahkan wartawan menuju ke belakang masuk ke ruang kerjanya.
Berbincang sejenak termasuk minta maaf karena AC di ruang kerjanya tidak dingin, H. Firman Baco yang lahir di Watampone, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan 13 Maret 1972 menuturkan kalau kakeknya yang bernama alm Karimun adalah orang lama yang sudah ada di Sorong sejak tahun 1960.
Karena itu di tahun 1980, orang tuanya. alm H Baco Basir dan mamanya, alm Hj Sandrima menyusul ke Sorong. Selanjutnya di tahun 1984, H. Firman Baco dibawa oleh orang tuanya ke Sorong.
“Saya pertama di sini (Sorong,Red) masih kelas 5 SD dibawa sama orang tua . Tapi sebelumnya kakek saya di sini tahun 1960 sudah di sini dia berlayar dari Bone menuju Papua tidak pakai mesin, ya waktu itu kan masih serba sederhana jadi masih zaman Belanda maka kemudian orang tua saya menyusul berikutnya dan 1984 itu orang tua saya mengajak saya ke sini (Sorong, Red),”tutur H. Firman Baco mengawali kisahnya.
Setelah menginjakkan kaki di Sorong tahun 1984,saat sekolah, H. Firman merasa keadaan di Sorong tidak sesuai dengan yang Ia harapkan sehingga Ia pun dipulangkan kembali ke Bone dan dititip sama tantenya.
“Kebetulan tante saya suaminya seorang petani hidupnya sangat sederhana di situlah saya sekolah waktu itu di Bone dengan merasakan begitu susahnya hidup karena hidup dalam keadaan yang sangat terbatas. Disitulah terbentuk karakter saya hidup mandiri karena pertama jauh dari orang tua dan hidup dengan sangat terbatas,” tutur H. Firman Baco.
Sekolah di Bone dari SD sampai SMA namun H. Firman tidak sampai tamat SMA hanya sampai kelas II SMA. Ia memilih untuk tidak mau sekolah lagi karena saat datang liburan ke Sorong Ia melihat anak-anak seusianya pada gampang dapat uang
Disitulah anak ke 6 dari 8 bersaudara ini termotivasi untuk cari uang dan tidak mau lanjut sekolah meskipun sejak SD, SMP dan SMA Ia selalu dapat peringkat 1. “Ada piagamnya saya simpan sampai hari ini,”ucap H. Firman.
Selain ingin hidup mandiri, H. Firman Baco juga memiliki alasan tersendiri kenapa dirinya tidak mau lagi melanjutkan sekolahnya. Hal ini karena penglihatan mata kirinya kurang bagus akibat Ia pernah mengalami benturan saat kecil. Dan dari pengobatan yang dianggap kurang bagus, sampai saat ini penglihatan pada mata kirinya belum terlalu jelas.
“Maka itu membuat saya berpikir untuk apa sekolah tinggi ya sementara fisik saya tidak sempurna,”tandasnya.
Melihat anaknya yang putus sekolah, H Firman dimarahi orang tua dan Ia pun memilih kabur dari rumah dan pergi ke Kokono bagian pedalaman Timika. Saat itu Ia mendapat tantangan cukup berat karena meninggalkan rumah tanpa izin orang tua.
Dengan menumpangi kapal perintis, saat di Pelabuhan Pomako Timika, H. Firman bertemu dengan sepupunya hingga Ia yang awalnya tujuan Merauke akhirnya memilih tinggal di Timika. Dengan menumpang di sepupunya Ia pun bekerja jadi nelayan. Setelah 9 bulan jadi buruh nelayan di Timika, Ia sakit malaria dan akhirnya memilih kembali ke Sorong.
Dari Pelabuhan Pomako, Timika, setelah 8 hari perjalanan, dengan menumpangi kapal perintis, H. Firman pun tiba di Sorong. “Alhamdulillah pada saat tiba di Sorong itu pas orang tua saya mau naik haji, ibu saya. Jadi waktu itu ada saya pegang uang Rp 700.000, uang itu langsung saya serahkan ke ibu karena dia mau naik haji. Saya pikir ini bentuk pengabdian seorang anak,”tandasnya.
Saat akan kembali di Sorong,bosnya yang juga orang Bugis sempat bertanya, “kenapa kamu mau pulang, tidak ada lagi yang saya harap untuk percayakan jaga kapal”.
Singkat cerita karena melihat keteguhan puteranya untuk tetap bekerja mencari uang, akhirnya orang tua H. Firman pun mengajaknya untuk sama-sama berusaha. Disitulah H. Firman mulai bekerja di Sorong dengan start bekerja di kapal ikan dengan tingkatan paling bawah.
“Pertama saya pernah bekerja,mulai dari bawah jadi olimang di kapal, jadi koki dan pernah jadi ABK dan kemudian jadi nahkoda,”tuturnya.
Setelah serius menekuni pekerjaannya di kapal ikan, orang tua H. Firman mulai sakit-sakitan, dan Ia pun kemudian diajak pulang kampung di Bone dan diminta menikahi seorang gadis (istrinya saat ini) yang juga masih ada hubungan keluarga dengannya, bernama H. Nurlela.
“Disitu orang tua saya meninggal dan saya benar-benar mulai dari nol. Menikah dengan istri saya itu tidak ada warisan, tidak ada apa-apa. Jadi benar-benar mulai dari nol,”tutur H. Firman Baco yang dikarunia 4 orang anak.
Kembali ke Sorong, H. Firman pun kembali jadi buruh nelayan. Meski saudara-saudaranya mampu namun dikatakan, yang namanya persoalan harta, tidak mengenal saudara. Semua dituntut untuk mandiri.
Dari ketekunannya jadi buruh nelayan, lambat laun, H. Firman berhasil punya 1 kapal nelayan itu dia sendiri yang jadi nahkoda, dan sempat jadi mekanik di mesin kapal hingga kemudian sekitar tahun 1999 berkembang dengan punya 5 kapal nelayan.
Melihat peluang di sektor perikanan cukup besar, terlebih keluarga besarnya banyak yang berusaha di sektor perikanan tangkap, maka hal ini dianggap sebagai peluang besar untuk diperdagangkan.
Menjajaki usaha perdagangan di sektor perikanan, H Firman mengawali dengan menjual sirip ikan hiu yang memiliki nilai ekspor yang tinggi. “Pertama saya pengiriman lewat pesawat, kecil-kecil saja sesuai kemampuan. Seiring berjalannya waktu semakin besar, saya kirim lewat kapal Pelni. Karena semakin besar , saya kemudian kirim lewat kontainer,”ujarnya.
Sirip ikan hiu yang dijual awalnya dikirim ke Makassar, namun setelah volume penjualan semakin besar dikirim ke Surabaya. “Tapi sebelumnya itu memang saya ke Jawa. Jadi sebelum melangkah lebih besar, saya pikir begini, seorang pebisnis harus pengembangan diri awalnya. Jangan memikirkan untungnyq besar sebelum melakukan pengembangan diri untuk bagaimana memperbesar usaha,”tandasnya.
Memperluas jaringan dalam usaha sektor hasil laut, hasil bumi, H. Firman pun menjajaki daerah Jawa Timur, Jawa Barat. Saat hasil sektor perikanan dan hasil bumi semakin besar, jam terbang H Firman pun semakin tinggi dan relasi bisnisnya pun makin berkembang seperti dari Tiongkok, khususnya Korea, Malaysia dan Vietnam dan Singapu biasa ketemu di Surabaya dan melakukan transaksi perdagangan.
Tidak jarang Iamengajak relasi bisnisnya untuk bertemu di Surabaya sekaligus melakukan transaksi perdagangan. Saat mengisi waktu luangnya, H Firman jalan-jalan ke kawasan-kawasan pertokoan di Surabaya. Dan melihat harga-harga barang yang jauh lebih murah dari di Sorong.
Melihat harga barang yang dijual orang di Sorong untungnya sampai berlipat-lipat , dan melihat kebutuhan keluarganya yang bergerak di sektor usaha perikanan cukup besar, disitulah H. Firman tergerak hatinya untuk buka toko.
“Disitulah saya berawal buka toko (16 tahun lalu), waktu itu kan memang bisnis hasil laut saya sudah besar ya sudah bisa eksport langsung ke luar negeri ,”tandasnya.
Dengan belajar dari kiat sukses orang-orang Tiongkok, usaha Toko Duta Bahari yang menjual aneka barang kebutuhan usaha perikanan, kini telah memiliki beberapa cabang di Sorong hingga di luar daerah.
Dalam prinsip usaha dagang yang Ia Jalani, H. Firman mengaku tak mau memanfaatkan kesempatan dengan ambil untung sebanyak-banyaknya. Prinsip inilah yang membuatnya bisa bertahan di tengah para kompetitor.
Di deretan Toko Duta Bahari, diakuinya semuanya yang punya orang China. “Saat saya buka toko di sini, harga jadi stabil. Saya harus cari keuntungan yang normal, yang wajar,”tandansya.
Sesuai yang diprediksi usaha perdagangan hasil bumi kini kian menurun terkait masalah aturan-aturan, regulasi yang kian mempersulit terkait perijinan,dan kuota itulah yang kini dihadapi. Selain kapal wisata, H. Firman kini memiliki 5 kapal nelayan dan 18 kapal nelayan keluarga yang ia kelola. (rosmini)