SORONG– Sungguh prihatin, kasus dugaan pencabulan yang berujung rudakpaksa menimpa seorang anak dibawah umur di Kota Sorong, N (11), dengan terduga pelaku adalah ayah angkatnya berinisial A (59).

Kasus asusila ini mengakibatkan korban yang berparas cantik itu mengalami trauma psikis. Hingga dia pun tidak ingin lagi melihat wajah pelaku dan berharap ayah angkatnya itu diproses hukum dan segera ditahan.
Pendamping hukum korban Agustinus Jehamin, SH, mengungkapkan kasus rudapaksa bermula terjadi tahun 2023 lalu di Kota Sorong saat korban masih duduk di kelas 3 SD.
Saat itu, pelaku yang sudah lansia berbuat tindakan tidak senonoh dengan memegang-megang bagian sensitif tubuh korban.
Saat itu, korban tidak berani melaporkan perbuatan bejat ayah angkatnya kepada ibu angkatnya karena Ia takut.
Setahun kemudian, yakni di tahun 2024, perbuatan terduga pelaku A yang sudah “bau tanah” itu semakin menjadi-jadi karena tidak hanya mencabuli korban, melainkan anak kecil itu juga diduga disetubuhi secara paksa.
Tidak tahan dengan perlakuan yang diterima, korban yang saat ini kelas 5 SD menceritakan kejadian yang menimpanya kepada teman sekolahnya, hingga terdengar di kalangan guru sekolah dan akhirnya kasus rudapaksa ini pun dilaporkan ke UPTD PPA Satreksrim Polres Sorong Kota.
“Sampai sejauh ini korban belum mendapatkan keadilan, di tingkat PPA sudah pemeriksaan tersangka namun belum ditahan oleh pihak Polresta Sorong Kota. Kami sudah menanyakan,alasan penyidik pelaku masih kooperatif dan ada wajib lapor 3 kali dalam satu mimggu kalau tidak salah. Namum kami keberatan, karena kasus ini UU khusus dan ancaman pidananya berat. Alasan kedua, karena korban merasa takut karena terbayang-bayang apa yang dilakukan oleh pelaku,”ujar Gusti, sapaan akrab pendamping hukum korban.
Pendamping Hukum korban, Agustinus Jehamin menuturkan bahwa hingga saat ini proses penanganan kasus dugaan rudapaksa belum sepenuhnya memberikan rasa keadilan bagi korban.
Ia menjelaskan bahwa meskipun berkas perkara sudah ditangani Unit PPA Satreskrim Polresta Sorong Kota namun pelaku hingga kini masih berkeliaran dan belum ditahan.
Menurut Gusti, kasus ini merupakan kasus khusus dengan ancaman pidana berat, sehingga penahanan seharusnya menjadi pertimbangan utama. Tak hanya itu, diakuinya bahwa korban masih mengalami ketakutan dan trauma yang berat lantaran korban sempat melihat pelaku (ayah angkat) berkeliaran bebas di Kota Sorong.
Gusti berharap agar pihak kepolisian maupun kejaksaan dapat segera menuntaskan proses pelimpahan tahap dua sehingga perkara ini dapat segera disidangkan.
“Kami ingin korban mendapatkan perlindungan dan keadilan. Sampai saat ini korban masih trauma dan kondisi mental terganggu karena pelaku belum ditahan,”tandasnya. (min)





